Prinsip Hidup Bahagia Menurut Islam
Setiap
manusia menghendaki kehidupan yang bahagia. Tidak ada satupun manusia yang
ingin hidup susah, gelisah, dan tidak merasakan ketentraman. Akan tetapi setiap
manusia memiliki prinsip dan cara pandang yang berbeda dalam mengukur
kebahagiaan. Karena yang paling memengaruhi seseorang dalam mengukur
kebahagiaan adalah prinsip dan pandangan hidup yang dipijakinya.
Bagi
seorang Muslim, kebahagiaan tidak selalu berupa kemewahan dan keberlimpahan
materi duniawi. Berikut ini beberapa pinsip kebahagiaan dalam konsep hidup
Islam. Tulisan ini akan menguraikan beberpa prinsip hidup bahagia menurut
Islam.
1. Bahagia di Jalan
Allah (Sabilu[i]llah, shiratullah)
Allah Ta’ala
berfirman:
وَأَنَّ
هٰـذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيْماً فَاتَّبِعُوْهُ وَلاَ تَتَّبِعُواْ السُّبُلَ
فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيْلِهِ ذٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ
تَتَّقُوْنَ
“dan bahwa (yang Kami
perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah
kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai
beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu
bertakwa”. (Qs. Al-An’am: 153)
Kebahagiaan
hanya dapat diperoleh dengan meniti jalan yang digariskan oleh Allah. Yang
dimaksud dengan meniti jalan Allah adalah menaati perintah-Nya dan meninggalkan
larangan-Nya dengan ikhlas dan benar. Ayat 153 surah al-An’am diatas sebelumnya
didiahului dengan penjelasan tentang beberapa perintah dan larangan Allah
kepada orang beriman.
Sehingga
sudah dapat dipastikan bahwa orang yang meninggalkan jalan yang digariskan oleh
Allah akan, tidak tenang dan tidak bahagia. Karena ia akan mencari jalan dan
sumber kebahagiaan pada jalan yang dibuat dan digariskan oleh selain Allah dan
Rasul-Nya. Allah Ta’ala berfirman:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ
لَهُ مَعِيْشَةً ضَنْكاً وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
Dan barangsiapa
berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit,
dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. (surat
Thaha [20]: 124
2. Menggabungkan antara kebahagiaan ruh dan
Jasad
Manusia
terbentuk dari ruh dan jasad. Masing-masing dari keduanya membutuhkan gizi dan
nutrisi yang harus dipenuhi secara adil. Sebagian kalangan hanya menekankan
aspek ruh dan mengabaikan kebutuhan jasad. Sebaliknya sebagian yang lain hanya
menekankan pemenuhan kebutuhan jasad dan mengabaikan kebutuhan ruh.
Adapun
petunjuk Islam memenuhi kebutuhan keduanya (ruh dan jasad) secara adil. Ruh
dipenuhi kebutuhannya dengan cahaya wahyu dari langit dan menjaga kesehatan
jasad dengan pememenuhan hajat syahwat dan syahwat melalui cara yang halal dan
thayyib. Allah Ta’ala berfirman:
وَابْتَغِ
فِيْمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ
الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ
فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ
Dan carilah pada apa
yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan
janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi. (Surah
al-Qashash [28]:77).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan
kepada ummatnya untuk menunaikan hak kepada pemiliknya masing-masing. “Sesungguhnya Rabbmu punya haq darimu, dirimu
punya haq darimu, keluargamu juga punya hak, maka berilah setiap hak kepada
pemiliknya” (Terj. HR. Bukhari).
3. Kebahagiaan dan
Keberanian (Menghadapi Resiko hidup)
Barangsiapa
yang telah menikmati manisnya Iman, maka ia takkan pernah mau meninggalkannya,
kendati pedang diletakkan di lehernya. Sepertimana tukang sihir Fir’aun yang
tegar menghadapi ancaman potong tangan-kaki dan salib;
قَالَ
آمَنْتُمْ لَهُ قَبْلَ أَنْ آذَنَ لَكُمْ إِنَّهُ لَكَبِيْرُكُمُ الَّذِي
عَلَّمَكُمُ السِّحْرَ فَلَأُقَطِّعَنَّ أَيْدِيَكُمْ وَأَرْجُلَكُم مِّنْ خِلَافٍ
وَلَأُصَلِّبَنَّكُمْ فِي جُذُوْعِ النَّخْلِ وَلَتَعْلَمُنَّ أَيُّنَا أَشَدُّ
عَذَاباً وَأَبْقَى
Berkata Fir’aun:
“Apakah kamu telah beriman kepadanya (Musa) sebelum aku memberi izin kepadamu
sekalian. Sesungguhnya ia adalah pemimpinmu yang mengajarkan sihir kepadamu
sekalian. Maka sesungguhnya aku akan memotong tangan dan kaki kamu sekalian
dengan bersilang secara bertimbal balik, dan sesungguhnya aku akan menyalib
kamu sekalian pada pangkal pohon kurma dan sesungguhnya kamu akan mengetahui
siapa di antara kita yang lebih pedih dan lebih kekal siksanya”. (Qs Thaha
[20]:71).
Mereka
tetap teguh dan tegar sebagaimana diabadikan oleh Allah;
قَالُوا
لَنْ نُّؤْثِرَكَ عَلَى مَا جَاءنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالَّذِي فَطَرَنَا
فَاقْضِ مَا أَنْتَ قَاضٍ إِنَّمَا تَقْضِي هَذِهِ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا
Mereka berkata:
“Kami sekali-kali tidak akan mengutamakan kamu daripada bukti-bukti yang nyata
(mukjizat), yang telah datang kepada kami dan daripada Tuhan yang telah
menciptakan kami; maka putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan. Sesungguhnya
kamu hanya akan dapat memutuskan pada kehidupan di dunia ini saja. (Qs Thaha
[20]:72).
Tidak
ada sesuatupun yang meneguhkan dan menegarkan mereka, kecuali karena mereka
telah merasakan lezat dan manisnya keimanan. Sehingga mereka merasakan
ketenangan batin dan ketegaran saat menghadapi ancaman, termasuk ancaman
pembunuhan sekalipun.
4. Kebahagiaan
adalah Ketenangan dalam Hati
Tiada
kebahagiaan tanpa sakinah (ketenangan) dan thuma’ninah (ketentraman). Dan tiada
ketenangan dan ketentraman tanpa iman. Allah Ta’la berfirman tentang
orang-oranf beriman:
هُوَ الَّذِيْ
أَنْزَلَ السَّكِيْنَةَ فِيْ قُلُوْبِ الْمُؤْمِنِيْنَ لِيَزْدَادُوْا إِيْمَاناً مَّعَ
إِيْمَانِهِمْ
Dialah yang telah
menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka
bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). (Qs
Al-Fath: 4).
Keimanan
melahirkan kebahagiaan dari dua sisi (1) Iman dapat menghindarkan dan
memalingkan seseorang dari ketergelinciran ke dalam dosa yang merupakan sebab
ketidak tenangan dan kegersangan jiwa. (2) Keimanan dapat menjadi sumber utama
kebahagiaan, yakni sakinah dan thuma’ninah. Sehingga di tengah lautan masyakil (probematika) dan
krisis hidup tidak ada jalan keluar dan keselamatan selain Iman.
Oleh
karena itu orang yang tanpa iman di hatinya dipastikan akan selalu dirundung
rasa takut, was-was, kahwatir, gelisah, galau. Adapun bagi orang beriman.
Adapun bagi orang beriman tidak ada rasa takut sama sekali, selain takut kpda
Allah Ta’ala.
Hati yang
dipenuhi iman memandang remeh setiap kesuliatn yang menghimpit, kerana orang
beriman selalu menyikapi segala persoalan dengan tawakkal kepada Allah.
sedangkan hati yang kosong, tanpa iman tak ubahnya selembar daun rontok dari
dahannya yang diombang-ambingkan oleh angin.
5. Berpindah dari
kebahagiaan dunia pada kebahagiaan akhirat
Pasca
kehidupan dunia, akan memasuki kehidupan di alam kubur bakda kematian dan
selanjutnya kehidupan di negeri akhirat setelah hari kiamat. Dan jalan-jalan
kebahagiaan akan menyertai manusia dalam tiga fase kehidupan tersebut (dunia,
alam kubur,& hari akhir)
Dalam
kehidupan dunia Allah Ta’ala telah menjanjikan kebahagiaan bagi orang-orang
beriman dan beramal shaleh:
مَنْ عَمِلَ
صَالِحاً مِّنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً
وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُواْ يَعْمَلُوْنَ
Barangsiapa yang
mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman,
maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan
sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik
dari apa yang telah mereka kerjakan.(Qs An-Nahl [16]:97).
Ayat
tersebut menegaskan bahwa orang yang beriman dan beramal shaleh akan dihidupkan
di dunia dengan kehidupan yang baik; bahagia, tenang, tentram, meski hartanya
sedikit.
Adapun
kebahagiaan di alam kubur, seorang Mu’min akan dilapangkan kuburannya,
sebagaimana diterangkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam dalam hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, “Sungguh, seorang Mu’min dalam kuburannnya
benar-benar berada di taman yang hijau, dilapangkan kuburannya sejauh tujuh
puluh hasta, dan disinari kuburannya seperti –terangnya- bulan di malam purnama”
(dihasankan oleh al-Albaniy).
Sedangkan
kebahagiaan di akahirat Allah berjanji akan tempatkan dalam surga dan kekal di
dalam selama-lamanya jelaskan dalam Hud ayat 108,
وَأَمَّا
الَّذِيْنَ سُعِدُواْ فَفِي الْجَنَّةِ خَالِدِيْنَ فِيْهَا مَا دَامَتِ السَّمَاوَاتُ
وَالأَرْضُ إِلاَّ مَا شَاءَ رَبُّكَ عَطَاءً غَيْرَ مَجْذُوْذٍ
“Adapun orang-orang
yang berbahagia, maka tempatnya di dalam surga, mereka kekal di dalamnya selama
ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain); sebagai
karunia yang tiada putus-putusnya” (Qs Hud [11]:108)
Singkatnya,
dengan iman seorang hamba dapat meraih kebahagiaan hakiki di dunia dan di akhirat.
Jadi, Islam telah datang dengan konsep dan jalan kebahagiaan yang abadi, yang
mencakup kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Meskipun
demikian Allah telah menjadikan kebahagiaan dunia dan akhirat sebagai dua sisi
yang saling terkait dan terpisah. Sehingga keduanya tidak perlu
dipertentangkan. Sebab keduanya adalah satu. Keduanya adalah jalan yang satu.
Allah mengingatkan bahwa siapa yang menghendaki balasan dunia, maka Allah
memeiliki balasan di dunia dan akhirat;
مَّنْ
كَانَ يُرِيْدُ ثَوَابَ الدُّنْيَا فَعِنْدَ اللّهِ ثَوَابُ الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ
وَكَانَ اللّهُ سَمِيْعاً بَصِيْراً
Barangsiapa yang
menghendaki pahala di dunia saja (maka ia merugi), karena di sisi Allah ada
pahala dunia dan akhirat.(Qs An-Nisa [4]: 134).
Namun
bagi seorang Muslim yang beriman bahwa kebahagiaan yang ada disisi Allah jauh
lebih baik dan kekal abadi. (sym)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar